Doa antara Adzan dan Iqamah
Doa antara Adzan dan Iqamah ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 2 Jumadil Awal 1446 H / 4 November 2024 M.
Kajian Tentang Doa antara Adzan dan Iqamah
Kita mengkaji serial fikih doa dan dzikir, kali ini memasuki pembahasan nomor 223 dengan tema “Doa antara Adzan dan Iqamah.” Ini adalah salah satu waktu yang mustajab, yang dibahas oleh para ulama dalam kajian mereka tentang doa.
Apa arti waktu mustajab? Waktu mustajab adalah waktu yang memiliki peluang lebih besar untuk dikabulkannya doa. Namun, bukan berarti di luar waktu-waktu ini doa tidak berpeluang untuk dikabulkan. Artinya, kita tetap bisa berdoa kapan saja, kecuali saat berada di kamar mandi. Secara umum, kita dapat berdoa 24 jam penuh.
Dalil-dalil dari Al-Qur’an atau hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa ada waktu-waktu tertentu yang memiliki keistimewaan, yang meningkatkan peluang doa untuk dikabulkan. Waktu-waktu spesial ini dapat dibagi menjadi tiga jenis: tahunan, pekanan, dan harian.
- Waktu Tahunan: Waktu-waktu yang hanya terjadi sekali dalam setahun, seperti malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan, hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah). Kedua waktu ini merupakan saat-saat mustajab untuk berdoa.
- Waktu Pekanan: Waktu-waktu yang terjadi setiap pekan, contohnya adalah setiap hari Jumat sore. Dari waktu Ashar hingga Magrib pada hari Jumat merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa.
- Waktu Harian: Waktu-waktu yang hadir setiap hari, seperti ketika sepertiga malam terakhir (mulai sekitar jam 1 dini hari hingga Subuh), waktu saat sujud dalam shalat, waktu antara adzan dan iqamah.
Hari ini kita akan mengkaji salah satu momen harian yang mustajab, yaitu waktu antara adzan dan iqamah.
Apa dasar yang dijadikan landasan bahwa waktu ini adalah salah satu waktu mustajab? Terdapat dua hadits yang menjadi rujukan.
Hadits pertama dituturkan oleh seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bernama Abdullah bin Amr Radhiyallahu ‘Anhuma (semoga Allah meridhai keduanya). Abdullah menuturkan bahwa suatu hari seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan mengeluhkan sesuatu. Laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya para muadzin lebih utama dari kami.” Maksudnya, para muadzin mendapat pahala lebih banyak karena mereka yang setiap hari mengumandangkan adzan, sedangkan mereka yang tidak mengumandangkan adzan merasa pahalanya tidak sebanding.
Begitulah keluhan para sahabat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Berbeda dengan kebanyakan keluhan kita yang berkisar pada urusan duniawi, para sahabat justru memikirkan pahala. Semoga setelah kajian ini, keluhan kita juga bergeser pada urusan akhirat, seperti menyesal jika ketinggalan shalat berjamaah atau pengajian.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian memberikan solusi agar mereka yang mendengar adzan juga bisa mendapatkan pahala seperti muadzin. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Ucapkanlah seperti yang diucapkan oleh muadzin”—yakni, ketika muadzin mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu Akbar,” jamaah juga mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Ucapkan semua lafaz adzan seperti yang diucapkan oleh muadzin, kecuali ketika muadzin mengucapkan “Hayya ‘alash shalah” dan “Hayya ‘alal falah.” Pada bagian ini, jamaah mengucapkan Laa haula wa laa quwwata illa billah.
Lihat: Menjawab Muadzin
Inilah solusi pertama agar kita mendapatkan pahala yang sama dengan muadzin, yaitu dengan menirukan ucapan muadzin saat adzan.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melanjutkan, “Jika adzan telah selesai, maka mintalah (berdoalah) kepada Allah; pasti kamu akan diberi apa yang kamu minta.” (HR. Abu Dawud dan dinilai shahih oleh Imam Ibnu Hibban. Al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani juga menyebutkan bahwa hadits ini berstatus hasan).
Hadits kedua diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu. Anas bin Malik menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لا يُرَدُّ الدعاء بين الأذان والإقامة
“Tidak akan ditolak doa di antara azan dan iqamah.” (HR. Abu Dawud; dinilai hasan oleh Imam al-Baghawi dan Imam an-Nawawi).
Perhatikan, kalimat la yuroddu artinya “tidak akan ditolak.” Jika doa tersebut tidak ditolak, maka artinya akan diterima atau dikabulkan oleh Allah.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54670-doa-antara-adzan-dan-iqamah/